Rabu, 13 April 2016

Analisis Puisi Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono



Hujan Bulan Juni

Sapardi Djoko Damono


tak ada yang lebih tabah

dari hujan bulan juni

dirahasiakannya rintik rindunya

kepada pohon berbunga itu



tak ada yang lebih bijak

dari hujan bulan juni

dihapusnya jejak-jejak kakinya

yang ragu-ragu di jalan itu



tak ada yang lebih arif

dari hujan bulan juni

dibiarkannya yang telah terucapkan

diserap akar pohon bunga itu




  Pengantar
Sajak atau yang lebih luas dikenal sebagai sebuah karya sastra atau karya seni pada umumnya, merupakan satu keseluruhan yang bulat dan berdiri sendiri (otonom).
Sapardi Djoko Damono, dilahirkan di Solo 20 Maret 1940. Masa kanak-kanak dan dewasanya dihabiskannya di kota kelahirannya itu.
Judul adalah sebuah lubang kunci untuk menengok keseluruhan makna puisi. Melalui lubang kunci itu bisa terlihat apa yang ada di dalam puisi, bahkan melalui lubang kunci itu bisa terbuka rahasia makna yang ada di dalam sebuah puisi. Judul biasanya menggambarkan keseluruhan makna atau identitas terhadap sebuah puisi. Judul dapat pula memperlihatkan sesuatu yang unik dari puisi itu.
Puisi di atas berjudul Hujan Bulan Juni, pada puisi ini menceritakan tentang hujan yang turun di bulan Juni, dan Sapardi mengatakan kalau hujan pada bulan Juni tersebut lebih tabah, arif, dan bijaksana.
Puisi ini bercerita tentang kerinduan yang dimilikinya dan janji yang pernah diucapkannya diibaratkan sama seperti hujan yang turun di bulan Juni. Gadis yang ia rindukan pun ia ibaratkan seperti pohon berbunga yang segar karena hujan. Dari puisi Sapardi tersebut, dapat kita lihat suasana yang terdapat pada puisi yang berjudul Hujan Bulan Juni memang cocok dengan judul sajaknya.
Kata-kata yang sering diulang di dalam sebuah puisi bisa menjadi kata-kata yang dominan. Kata-kata yang dominan itu dapat pula memberi suasana yang dominan terhadap sebuah puisi. Pada sebuah puisi dengan melihat kata-kata yang dominan itu akan terbuka pula kemungkinan untuk memahami makna keseluruhan puisi itu.
Dua kata yang dominan pada puisi ini adalah kata ‘pohon’ dan ‘bunga’ yang digunakan beberapa kali pada puisi di atas. Kedua kata itu mengandung pengertian yang saling berkaitan dan juga saling berhubungan, ‘pohon’ memiliki arti sebuah tumbuhan yang memiliki ukuran yang sangat beragam ada yang kecil dan juga besar, sedangkan bunga itu sendiri merupakan bagian dari pohon tersebut. Pohon juga dapat diartikan sebagai suatu cabang dari hal atau sesuatu.
Kata ‘bunga’ memiliki arti bagian dari tumbuh-tumbuhan atau sesuatu yang terlihat begitu indah. Kata ‘bunga’ juga dapat diartikan sebagai seorang gadis cantik, atau panggilan untuk kekasih yang dicintai.
Bahasa puisi adalah bahasa yang melewati batas-batas maknanya yang lazim. Melewati maknanya yang harfiah, dengan makna yang konotatif itu ingin dibentuk suatu imaji atau citra tertentu di dalam sebuah puisi.
Makna yang konotatif itu dibentuk dengan pemakaian majas (figure of speech), yakni pemakaian kata yang melewati maknanya yang denotatif. Ada tiga jenis majas, yakni: pertama, majas perbandingan meliputi: metafora, kiasan, personifikasi, analogi, dan umpamaan, yang kedua majas pertentangan meliputi: ironi, hiperbola, litotes, dan yang ketiga, majas pertautan meliputi: metanimi, sinedoke, dan eufemisme.
Makna konotatif melewati maknanya yang lazim maka kemungkinan mengartikan sebuah kata dalam puisi bisa bermacam-macam. Perhatikanlah bait pertama pada baris pertama dan kedua puisi di bawah ini.
Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan juni

Berdasarkan logika biasa dan makna harfiah, apa yang diungkapkan di dalam puisi tersebut adalah mustahil. Tidak mungkin hujan bulan Juni mempunyai sifat yang tabah, yang pada umumnya hanya dimiliki oleh manusia.
Pada bait kedua baris pertama kata ‘bijak’ hanya dimiliki oleh manusia  yang memiliki pengertian dari sebuah sifat yang terpuji, baik budi, dan kata-katanya sopan dan masuk akal.
Pada bait ketiga baris pertama terdapat kata ‘arif’ yang memiliki makna yang sama dengan orang yang mempunyai sikap yang cerdik dan pandai, selain itu kata ‘arif’ juga memiliki  arti orang yang berilmu dan adil.
Pada puisi ini terdapat makna konotatif yang dibentuk dengan pemakaian majas perbandingan yaitu personifikasi. Personifikasi adalah memperbandingkan atau melukiskan suatu benda dengan memberinya sifat-sifat manusia, sehingga pelukisannya menjadi lebih hidup.
Dalam mencari makna yang terungkap dalam larik atau bait puisi, maka makna yang lebih benar adalah makna yang sesuai dengan struktur bahasa. Makna konotatif yang dipegang adalah makna yang telah disepakati, dan yang paling mungkin berdasarkan hubungan dengan kata, frase, dan kalimat yang ada.
Tentang siapakah puisi di atas bercerita? Apakah bicara tentang  seseorang atau sesuatu? Jawabannya terletak pada beberapa larik tertentu. Pada bait pertama baris ketiga /dirahasiakannya rintik rindunya/, pada bait kedua baris ketiga /dihapusnya jejak-jejak kakinya/, dan pada bait ketiga baris ketiga /dibiarkannya yang telah diucapkan/. Puisi ini bercerita tentang keadaan  penyair yang dirasakannya saat hujan turun di bulan Juni, yaitu adanya penempatan kata pronominal posesif  yang memiliki arti kepemilikan.
Dalam sebuah puisi jika kita mau menangkap pikiran (maksud) di dalam puisi, kita harus mengupas masalah dalam parafrase puisi itu terlebih dahulu. Parafrasenya adalah ia mengatakan kalau tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni yang turun pada saat itu, ia pun merahasiakan perasaan rindu yang dirasakannya.
 Ia juga mengatakan kalau tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni yang turun pada saat itu, dengan begitu ia menghapus jejak-jejak kakinya yang tersisa di jalan itu meskipun penuh dengan keraguan ia juga mengatakan kalau tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni saat itu, sehingga ia biarkan berlalu begitu saja apa yang telah di ucapkannya tanpa mau memperdulikannya lagi. Usaha dalam memprosakan sebuah puisi hanyalah sekedar untuk menangkap pikiran, bukan untuk menikmati keindahan yang terdapat pada puisi tersebut.























ANALISIS PUISI RANJANG PENGANTIN, KOPENHAGEN KARYA GUNAWAN MOHAMAD


Ranjang Pengantin, Kopenhagen
                    
        Goenawan Mohamad

Di luar salju terus. Hampir pagi
tubuhmu terbit dari birahi.  
 
Angin menembus. Hilang lagi
napasmu membayang dalam dingin. Mencari 
 
Panas khatulistiwa itu 
gamelan perkawinan itu
tak ada kini padaku.
Adakah kau tahu?
 
Hanya ingin, hanya senyap, hanya rusuk
dari mana engkau ada.
Hanya dingin. Lindap. Lalu kantuk.
Darimana engkau tiada
 
Pengantar
Sajak atau yang lebih luas dikenal sebagai sebuah karya sastra atau karya seni pada umumnya, merupakan satu keseluruhan yang bulat dan berdiri sendiri (otonom).
Goenawan Mohamad, lahir 29 Juli 1941 di Batang (Jawa Tengah). Sajak yang saya pilih adalah karya Goenawan Mohammad yang berjudul Ranjang Pengantin, Kopenhagen.
1. Lapis Suara (Sound Stratum)
Lapis bunyi dalam puisi haruslah ditunjukkan pada bunyi-bunyi atau pada bunyi yang bersifat istimewa atau khusus, agar mendapatkan efek puitis atau nilai seni.
Pada bait pertama baris pertama /diluar salju terus. Hampir pagi/. Pada bait kedua baris kedua /napasmu membayang dalam dingin. Mencari/ dan pada baris ketiga dan keempat di bawah ini.
Panas khatulistiwa itu
gamelan perkawinan itu
tak ada kini padaku.
Adakah kau tahu?

Hanya ingin, hanya senyap, hanya rusuk
dari mana engkau ada.
Hanya dingin. Lindap. Lalu kantuk.
Darimana engkau tiada.
Pada bait pertama baris pertama kata ‘luar’, dan ‘salju’ dan pada bait kedua baris kedua kata ‘napasmu’ terdapat asonansi a dan u . Pada bait ketiga baris pertama misalnya pada kata ‘khatulistiwa’, dan pada baris ketiga pada kata ‘padaku’, serta baris keempat pada kata ‘kau’ dan ‘tahu’. Pada bait keempat baris kedua dan keempat pada kata ‘engkau’, dan pada baris ketiga asonansi a dan u terdapat pada kata ‘lalu’ dan ‘kantuk’.
Pada bait keempat baris pertama /hanya ingin, hanya lenyap, hanya rusuk/, dan pada baris ketiga /hanya dingin. Lindap. Lalu kantuk/ terdapat aliterasi p dan k pada kata ‘senyap’, ‘lindap’, ‘rusuk’, dan ‘kantuk’. Pola pada persajakan yang terdapat pada puisi ini adalah a-a, b-b, dan c-d. Pola a-a pada bait pertama terdapat pada kata ‘pagi’, dan ‘birahi’, sedangkan pada bait kedua terdapat pada kata ‘lagi’ dan ‘mencari’. Pola b-b terdapat pada bait ketiga pada kata ‘itu’, ‘padaku’, dan ‘tahu’.
Pola persajakan c-d terdapat pada bait keempat pada kata ‘rusuk’ dan ‘ada’ pada baris pertama dan kedua, sedangkan pada baris ketiga dan keempat terdapat pada kata ‘kantuk’ dan ‘ada’. Pada umumnya dalam sajak ini, bunyi yang sangat dominan adalah bunyi fonem u dan a serta k yang digunakan penyair sebagai lambang rasa (klanksymbolik).

2. Lapis Arti (Units of Meaning)
Lapis arti memiliki beberapa cabang yaitu satuan kecil berupa fonem. Pada bait pertama, baris pertama dan kedua pada kata ‘pagi’, dan ‘birahi’ fonem i pada kata tersebut memiliki arti kesedihan.
Pada bait kedua baris pertama dan kedua misalnya pada kata ‘lagi’ dan ‘mencari’ terdapat fonem i diakhir juga memiliki arti yang sama. Pada bait ketiga terdapat kata ‘itu’, ‘padaku’, dan ‘tahu’ bunyi vokal u memiliki arti kalau orang tersebut sedang mengeluh. Suku kata adalah bagian kata yang memiliki satuan bunyi yang diucapkan sekali dalam sebuah kata. Pada bait keempat baris pertama dan ketiga terdapat pada kata ‘ingin’ dan ‘dingin’, memiliki arti tersendiri.
Kata ‘ingin’ memiliki arti kemauan, hasrat dan harapan, sedangkan pada kata ‘dingin’ memiliki arti sesuatu yang kaku, tidak panas, tidak ramah, atau sejuk sekali. Kata adalah unsur bahasa yang dilahirkan melalui alat ucap sebuah ujaran yang memiliki arti sendiri. Pada bait ketiga baris pertama dan kedua terdapat  kata ‘itu’. Kata ‘itu’ memiliki ari kata yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang jauh, pada bait keempat baris pertama dan ketiga terdapat kata ‘hanya’.
Kata ‘hanya’ memiliki arti tidak ada yang lain lagi. Pada bait keempat baris kedua dan keempat terdapat kata ‘engkau’ yang memiliki arti kata ganti orang kedua seperti kata kau dan kamu. Frase adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonprediktif. Pada bait keempat baris kedua dan keempat terdapat kata ‘dari mana’ kata dari mana memiliki arti kata untuk menyatakan arah atau tempat.
Pada bait keempat baris kedua dan keempat /dari mana engkau ada/ dan /dari mana engkau tiada/ memiliki arti sebuah pertanyaan yang ditujukan untuk seseorang menanyakan arah atau tempat.

3. Lapis Metafisis
Lapis metafisis adalah objek-objek yang dikemukakan sebuah susunan yang terdiri dari gabungan mental yang berhubungan dengan badan atau jasmani serta jiwa penyair. Hal ini yang perlu diperhatikan dalam menganalisis.
Latar tempat pada puisi ini adalah kota Kopenhagen yang dapat kita temukan  pada judul puisi, latar suasana pada puisi ini adalah kesedihan yang melanda penyair karena kehilangan seseorang yang sangat dicintainya. Latar waktu pada puisi ini adalah malam hari, hal ini dapat kita lihat pada bait keempat baris ketiga /hanya dingin. Lindap. Lalu kantuk/.
Kata ‘lindap’ memiliki arti samar-samar atau redup yang menunjukkan malam hari dan diperkuat dengan kata ‘kantuk’, yang cenderung dirasakan oleh setiap orang pada waktu malam hari. Pelaku pada puisi ini adalah aku-lirik, dan dia-lirik. Objek yang dikemukakan oleh pengarang pada puisi ini adalah ‘salju’, ‘angin’, ‘dingin’, ‘khatulistiwa’, dan ‘gemelan perkawinan’.
Penyair bercerita kalau perkawinannya gagal karena ditinggalkan pergi oleh kekasihnya dan yang tertinggal hanyalah ranjang pengantinnya. Penyair merasakan senyap dan dingin yang menusuk tulang rusuk. Perwatakan yang terdapat pada puisi ini adalah kemurungan dan kesedihan.
Pada puisi ini hal yang sangat tragis terdapat pada bait ketiga di bawah ini.
Panas khatulistiwa itu
gemelan perkawinan itu
tak ada kini padaku.
Adakah kau tahu?
Hal yang sangat suci terdapat pada bait pertama baris kedua /tubuhmu terbit dari birahi/, dan hal yang sangat menakutkannya terdapat pada bait kedua baris kedua /napasmu membayang dalam dingin. Mencari/.
Semoga bermanfaat hasil analisis puisi saya, terima kasih sudah mengunjungi blog saya.